Rabu, 16 April 2014

Tugas Softskill 2 Bahasa Indonesia 2



Softskill Bahasa Indonesia 2  Karangan ilmiah, Semi ilmiah, dan Non ilmiah.

Nama              :   Nisma Wati                           
Npm               :   15211191
Kelas              :   3EA27

1. Karangan ilmiah
Karangan ilmiah adalah biasa disebut karya ilmiah, yakni laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi (tugas akhir). Skripsi umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil, tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu, makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis oleh para pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian.
Ciri – Ciri Karya Ilmiah
Dalam karya ilmiah ada 4 aspek yang menjadi karakteristik utamanya, yaitu :
a. struktur sajian           
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.
b. komponen dan substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.
c. sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.
d. penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.
Selain ciri-ciri diatas karangan ilmiah juga mempunyai ciri-ciri, antara lain:
v Kejelasan. Artinya semua yang dikemukakan tidak samar-samar, pengungkapan maksudnya tepat dan jernih.
v Kelogisan. Artinya keterangan yang dikemukakan masuk akal.
v Kelugasan. Artinya pembicaraan langsung pada hal yang pokok.
v Keobjektifan. Artinya semua keterangan benar-benar aktual, apa adanya.
v Keseksamaan. Artinya berusaha untuk menghindari diri dari kesalahan atau kehilafan betapapun kecilnya.
v Kesistematisan. Artinya semua yang dikemukakan disusun menurut urutan yang memperlihatkan kesinambungan.
v Ketuntasan. Artinya segi masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya.
Hal-hal yang harus ada dalam karya ilmiah antara lain:
1.  Karya tulis ilmiah memuat gagasan ilmiah lewat pikiran dan alur pikiran.
2. Keindahan karya tulis ilmiah terletak pada bangun pikir dengan unsur-unsur yang menyangganya.
3. Alur pikir dituangkan dalam sistematika dan notasi.
4. Karya tulis ilmiah terdiri dari unsur-unsur: kata, angka, tabel, dan gambar,
yang tersusun mendukung alur pikir yang teratur.
5. Karya tulis ilmiah harus mampu mengekspresikan asas-asas yang terkandung
dalam hakikat ilmu dengan mengindahkan kaidah-kaidah kebahasaan.
6. Karya tulis ilmiah terdiri dari serangkaian narasi (penceritaan), eksposisi
(paparan), deskripsi (lukisan) dan argumentasi (alasan).
Macam – macam karangan ilmiah
Ada berbagai macam karangan ilmiah, berikut diantaranya :
v Laporan penelitian. Laporan yang ditulis berdasarkan penelitian. Misalnya laporan penelitian yang didanai oleh Fakultas dan Universitas, laporan ekskavasi arkeologis yang dibiayai oleh Departemen Kebudayaan, dsb.
v Skripsi. Tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar akademik sarjana strata satu (Si).
v Tesis. Tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar akademik strata dua (S2), yaitu Master.
v Disertasi. Tulisan ilmiah untuk mendapat gelar akademik strata tiga (S3), yaitu Doktor.
v Surat pembaca. Surat yang berisi kritik dan tanggapan terhadap isi suatu tulisan ilmiah.
v Laporan kasus. Tulisan mengenai kasus-kasus yang ada yang dilandasi dengan teori.
Tujuan karangan ilmiah
·   Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis.
v  Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa, sehingga tidak hanya menjadi konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu menjadi penghasil (produsen) pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama setelah penyelesaian studinya.
v  Karya ilmiah yang telah ditulis itu diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat membacanya.
v  Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam bentuk karya ilmiah setelah yang bersangkutan memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari jurusannya.
v  Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.
                                         
2.  Karangan Semi ilmiah
Karangan semi ilmiah merupakan sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan yang ditulis dengan bahasa konkret dan formal, kata-katanya teknis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan kebenarannya. Karya tulis ini juga merupakan sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannya tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering dimasukkan dalam kary tulis ini. Karya tulis semi ilmiah biasanya digunakan dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.
Ciri-ciri karangan semi ilmiah atau ilmiah popular, yaitu :
v  Ditulis berdasarkan fakta pribadi;
v  Fakta yang disimpulkan subjektif;
v  Gaya bahasa formal dan popular;
v  Mementingkan diri penulis;
v  Melebih-lebihkan sesuatu;
v  Usulan-usulan bersifat argumentative; dan bersifat persuasive.
Jenis karangan semi ilmiah yaitu artikel, editorial, opini, tips, reportase, dan resensi buku. Resensi buku adalah bentuk konbinasi antara uraian, ringkasan, dan kritik objektif terhadap sebuah buku.
3.  Karangan Non ilmiah
Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).
Ciri-ciri Karya Tulis Non ilmiah:
v Ditulis berdasarkan fakta pribadi.
v Fakta yang disimpulkan subyektif.
v Gaya bahasa konotatif dan populer.
v Tidak memuat hipotesis.
v Penyajian dibarengi dengan sejarah.
v Bersifat imajinatif.
v Situasi didramatisir.
v Bersifat persuasif.
v Tanpa dukungan bukti.
Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah adalah roman, cerpen, novel, drama, dan dongeng.
Perbedaan Karya Ilmiah dengan Semi ilmiah
“Kecermatan dalam berbahasa mencerminkan ketelitian dalam berpikir” adalah slogan yang harus dipahami dan diterapkan oleh seorang penulis. Melalui kecermatan bahasa gagasan atau ide-ide kita akan tersampaikan. Oleh karena itu, penguasaan bahasa amat diperlukan ketika Anda menulis.
Bahasa dalam karangan ilmiah menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi. Ciri-ciri ragam resmi yaitu menerapkan kesantunan ejaan (EYD/Ejaan Yang Disempurnakan), kesantunan diksi, kesantunan kalimat, kesantunan paragraph, menggunakan kata ganti pertama “penulis”, bukan saya, aku, kami atau kita, memakai kata baku atau istilah ilmiah, bukan popular, menggunakan makna denotasi, bukan konotasi, menghindarkan pemakaian unsur bahasa kedaerahan, dan mengikuti konvensi penulisan karangan ilmiah.
Terdapat tiga bagian dalam konvensi penulisan karangan ilmiah, yaitu bagian awal karangan (preliminaries), bagian isi (main body), dan bagian akhir karangan (reference matter).
Berbeda dengan karangan ilmiah, bahasa dalam karangan semiilmiah/ilmiah popular dan nonilmiah melonggarkan aturan, seperti menggunakan kata-kata yang bermakna konotasi dan figurative, menggunakan istilah-istilah yang umum atau popular yang dipahami oleh semua kalangan, dan menggunakan kalimat yang kurang efektif seperti pada karya sastra.
Perbedaan Karya Ilmiah dengan Non ilmiah
Istilah karya ilmiah dan non ilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.
Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semi-ilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi-ilmiah antara lain artikel,  feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.
Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek. Pertama, karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri. Kedua, karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketiga, dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.
Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.
Sumber tulisan :
1.http://nadiachya.blogspot.com/2012/04/perbedaan-antara-karangan-ilmiah non.html
2. http://mane3x.wordpress.com/2013/04/05/macam-macam-karangan-ilmiah-semi-ilmiah-dan-non-ilmiah/

Tugas Softskill 1 Bahasa Indonesia 2



Softskill Bahasa Indonesia 2  Penalaran,Berpikir Deduktif dan Berpikir Induktif.

Nama              :   Nisma Wati
Npm               :   15211191
Kelas               :   3EA27

1. Penalaran
Gambaran umum dalam penalaran merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen. Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
PROPOSISI
Bentuk pemikiran kedua yang merupakan pengembangan dari konsep atau pengertian adalah proposisi. Pada saat terjadinya observasi empirik, di dalam pikiran tidak hanya terbentuk pengertian saja tetapi juga terjadi perangkaian dari term – term itu. Tidak pernah ada pengertian yang berdiri sendiri dalam pikiran. Rangkaian pengertian itulah yang disebut dengan proposisi

2. Berpikir Deduktif
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif terebut dapat dimulai dai suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.
Pengertian Deduktif dari berbagai sumber :
1.Menurut Wikipedia, metode deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
2. Menurut Gorys Keraf dalam buku “Argumentasi dan Narasi”, suatu proses berpikir (penalaran yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk kesimpulan.
 Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dapat dilakukan secara tak langsung.
A.  Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan tak langsung.
Misalnya :
1.    Semua S adalah P. (premis)
       Sebagian P adalah S. (simpulan)
                     Contoh :
                     Semua ikan berdarah dingin. (premis)
                     Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2.    Tidak satu pun S adalah P. (premis)
       Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
                      Contoh :
                      Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
                      Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3.     Semua S adalah P. (premis)
        Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
                      Contoh :
                      Semua rudal aalah senjata berbahaya. (premis)
                      Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4.     Tidak satu pun S adalah P (premis)
        Semua S adalah tak-P. (simpulan)
                      Contoh :
                      Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
                      Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5.     Semua S adalah P. (premis)
        Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
        Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
                      Contoh :
                      Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
                      Tidak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
                      Tidak satu pun yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
B.  Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
 Hal – hal yang berkaitan dengan deduktif :
A. Silogisme 
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Macam – macam silogisme yaitu :
1. Silogisme Kategorial
Adalah suatu bentuk penalaran yang mengubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi yang ketiga. Dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang mengandung sutu rangkaian yang terdiri dari tiga proposisi kategorial.
Contoh :
Semua butuh adalah manusia pekerja.
semua  tukang batu adalah buruh.
Jadi, semua tukang batu adalah pekerja.
Dalam rangkaian silogisme kategorial, hanya terdapat tiga term dan setiap term muncul dalam dua proposisi.
2. Silogisme Hipotesis
Adalah semacam pola penalaran deduktif  yang mengandung hipotesis. Dinamakan   demikian karena dalam proposisi ini memiliki premis mayor dan premis minor. Premis mayor mngandung pernyataan yang bersifat hipotesis.
Contoh:
Premis mayor : Jika turun hujan, maka panen akan gagal.
Premis minor  : Hujan tidak turun.
Konklusi         : Sebab itu panen akan gagal.
Dalam kenyataannya, jika kita menglami persoalan tersebut, maka kita dalam menggnakan pola penalaran di atas.
3. Silogisme Alternatif
Adalah proposisi mayornya merupakan sebuah proposisiyang mengandung kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan. Sebaliknya, proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya,
Contoh:
Premis Mayor : Ayah ada di kantor atau di rumah.
Pemis Minor    : Ayah ada di kantor.
Konklusi          : Sebab itu, Ayah tidak ada di rumah.
B. Entimem
Adalah  simpanan atau  ingatan dalam bahasa Yunani. Dalam tulisan-tulisan bentuk inilah dipergunakan, dan bukan bentuk yang formal atau penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui. 
Contoh:
Premis mayor :  Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah      Seorang pemain kawakan.
Premis minor   :   Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup.
Konklusi          :  Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.

3. Berpikir Induktif
Penalaran Induktif adalah  proses penalaran yang dapat  menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak fakta. Sebelum teruji secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku secara umum.
Hal – hal yang berkaitan dengan induktif :
1. Generalisasi
adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena  individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang  mencakup semua fenomena tadi.Generalisasi dibagi menjadi dua yaitu loncatan induktif dan bukan loncatan induktif.
Contoh Paragarf Induktif Generalisasi :
Setelah karangan anak-anak kelas 3 diperiksa, ternyata Ali, toto, Alex, dan Burhanmendapat nilai 8. Anak-anak yang lain mendapat 7. Hanya Maman yang 6, dan tidak seorang pun mendapat nilai kurang. Boleh dikatakan, anak kelas 3 cukup pandai mengarang.
2. Sebab Akibat
Sebab Akibat atau hubungan kausalitas adalah paragraf yang bermula betolak dari sebab atau akibat lalu maju menuju sebab atau akibat. Pada inti nya adanya kesatuan atau hubungan erat antara awal pargraf dan akhir paragraf berupa hubungan kausalitas.
Contoh Paragraf Induktif Sebab Akibat :
Era Reformasi tahun pertama dan tahun kedua ternyata membuahkan hasil yang membesarkan hati. Pertanian, perdagangan, dan industri, dapat direhabilitasi dan dikendalikan. Produksi nasional pun meningkat. Ekspor kayu dan naiknya harga minyak bumi di pasaran dunia menghasilkan devisa bermiliar dolar AS bagi kas negara. Dengan demikian, kedudukan rupiah menjadi kian mantap. Ekonomi Indonesia semakin mantap sekarang ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila mulai tahun ketiga Era Reformasi ini, Indonesia sudah sanggup menerima pinjaman luar negeri dengan syarat yang kurang lunak untuk membiayai pembangunan.
3. Hipotesis dan teori
adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk  menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti  fakta-fakta lain lebih lanjut. Dan teori adalah azas-azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan  sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena  yang ada.
4. Analogi
adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang  mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk  suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain.
Contoh :
Kita banyak tertarik dengan planet Mars, karena banyak persamaannya  dengan bumi kita. Mars dan Bumi menjadi anggota tata surya yang sama.  Mars mempunyai atsmosfir seperti Bumi. Temperaturnya hampir sama dengan  Bumi. Unsur air dan oksigennya juga ada. Caranya mengelilingi matahari  menyebabkan pula timbulanya musim seperti di Bumi. Jika di Bumi ada  makhluk. Tidaklah mungkin ada mahluk hidup di planet Mars.
5. Hubungan Kausal                                 
adalah hubungan antara sebab dan akibat (hubungan kausal) didalam dunia modern  ini, kadang-kadang tidak mudah diketahui. Tetapi itu tidak berarti bahwa  apa yang dicatat sebagai suatu akibat tidak mempunyai sebab sama  sekali. Pada umumnya hubungan kausal ini dapat berlangsung dalam tiga  pola berikut : sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat.
Contoh : kata dewa-dewi, putra-putri, dan sebagainya